Langsung ke konten utama

Sore tadi, tuan.

Jika suatu saat aku mengayuh sepeda, lalu kau berdampingan denganku, itu hanya mimpi.

Kau, satu-satunya pria yang kuberi tahu tentang bagaimana tragedi selang infus dan oxygen itu -aku tiba-tiba mempercayaimu. Aku pikir kau memang khawatir, ternyata ilusi ini terlalu tinggi. Aku hanya teman, bagimu. Ya, memang kita teman.

Terkadang, memendam itu bukanlah cara yang baik untuk menyatakan cinta. Dia malah akan membuat lebih banyak duka yang tak diduga-duga. Mungkin, perihal beberapa orang yang sukses memendam rasa, hanya 10% dari total 1000% yang berhasil membuat dia berbalik padanya. Berbeda denganku, terlalu mustahil; pun dia menginginkanku.

Permen karet. Ya, permen karet. Perasaanku seperti itu, sebelum segalanya berubah layaknya bedebah, mengaku kalau kau sudah memiliki wanita. Ketika aku sedang manis-manisnya memendam rasa, lalu tiba-tiba kenyataan menampakkan kau dengannya. Rasanya langsung sirna, hambar, ingin aku membuangnya begitu saja. Tapi nyatanya tak bisa. Itulah.

Ini hari minggu, tuan. Hari dimana kau mulai mengubah semestaku menjadi kelabu. Hari dimana pikiranku mulai kalut bertanya ini itu. Hari dimana, rumus fisika pun tak mempan menampik cucuran sendu. Pantas saja, hujan begitu awet hari ini, ternyata, ada seonggok kabar nanar menghampiri. Tuhan masih menyayangiku, membiarkan hujan turun, untuk sekadar meredam suara tangisku.

Tak ada kata lain selain pilu. Memendam tak semudah yang dibayangkan. Memendam bukan perkara mudah ketika dia hanya sebatas khayalan. Teman nyata bukan seperjuangan, teman yang beberapa bulan ini selalu menawan, teman yang dengan lancangnya menatap mataku dalam-dalam.

Jika ingin tahu...

Dia bukan penyair apalagi penulis, dia terlalu payah dalam hal itu.
Dia bukan salinan bung fiersa yang mampu menyampaikan rasa, dia pun payah dalam hal menyuarakan lirik lagu.
Dia juga bukan matematikawan, atau fisikawan, apalagi kimiawan yang cerdas dalam memecahkan soal hitungan. Dia juga payah dalam hal itu.
Dia biasa, bahkan terlalu biasa untuk menjadi teman peraduan. Bahkan hatinya terlalu dingin, untuk sekadar menyadari bahwa tuan puteri disisinya itu sedang jatuh hati. Kau malah memilih wanita nan jauh di seberang sana.
Sudahlah, ini hal biasa. Aku selalu terluka karena khayalanku saja. Mirisnya.

Jika kau membaca, semoga kau peka. Aku sudah lelah memendam rasa, berakting tak terluka. Aku sudah bosan berdusta, tertawa menyamai bahagia ketika kau bersamanya. Ini hanya curahan hati saja, aku tak mau kau tak tahu, tulisan ini hanya tersimpan dalam buku.


24 Oktober 2016.
Untuk pria yang kusebut youtan poluo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perih

Hai 6 September! Ka. Ka, aku jatuh tadi. Sakit sekali. Lebih sakit dari yang aku bayangkan. Sampai-sampai aku betul-betul tidak bisa berjalan hari ini. Lalu kaka tadi kemana? Aku melihat kaka ada di depan mataku tadi. Aku melihat kaka sewaktu aku kesakitan tadi. Aku menyadari kehadiran hangat kaka tadi. Banyak mereka yang memperdulikan aku. Tapi kamu? Apa pedulimu? Hanya bisa berbicara 'mengapa' lalu pergi meninggalkanku begitu saja? Tanpa memberiku nafas untuk menjawab perkataanmu tadi? Seperti itukah? Dimana letak pedulimu dahulu? Tak bisakah kaka menyemangatiku seperti dahulu? Tak bisakah sekejap saja kaka menemani hari burukku seperti dahulu? Tak bisakah? Sejahat itukah? Masih nyata sekali di pikiranku ketika aku jatuh lalu kaka membangunkanku dengan kata 'lekas sembuh' ! Masih nyata sekali ketika kaka bicara 'kamunya sembuh dulu, baru kaka kasih tau' ! Semuanya masih terlihat sangat nyata. Lalu sekarang? Ketika aku kesakitan tepat dihadapanmu, apa reaks...

Macchiato

Macchiato Biru menutup diri hari ini, menyisakan gerimis yang terus menderu dimalam Juli. Tak mengelukan gerimis, kendaraan dijalan raya tetap beroperasi sebagaimana mestinya. Memenuhi setiap sudut jalan Antapani, yang remang-remang diisi kerlip-kerlip cahaya kendaraan dari kejauhan. Indah rasanya, terlebih ketika sebuah kedai kopi mengepulkan aroma khasnya untuk malam ini. Tak ada yang lebih menarik selain memandang kepulan uap macchiato yang masih hangat. Sesapan demi sesapan mereka tuangkan kedalam mulut perlahan. Ruangan tak seberapa luas itu kini sedikit lengang, hanya didapati beberapa kursi yang masih terisi. Sudut lantai dua, tempat dimana terpampang pria dan wanita sedang bercakap-cakap dalam riuh pikirannya masing-masing. Mulut mereka sengaja dikunci, seakan ada sekat tebal yang menghalangi untuk mereka sekadar berdiskusi. “Kau pasti punya penjelasan, bukan?” Serunya pada pria yang sejak tadi tak berani menatap kepadanya. Pria berkaus navy itu tak menjawab, h...

083

Pria manis yang tak mampu menunggu hujan, pergi bersama pelangi yang ingin buru-buru pergi. Kalian berdua serasi, prianya berkamuflase menjadi bintang terang nan jauh diujung sana, sedang wanitanya banyak membisu namun kelihatan sering merindu. Begitu katanya setelah kenyataan berbisik bahwa kalian tak lagi bersama. Perkenalkan, aku puan yang pernah sesekali kau pikirkan, aku disini menggeser posisi sebagai orang ketiga yang dahulunya adalah pemeran utama. Aku puan yang selama ini, selama satu tahun lamanya terjebak dalam dunia pengharapan tak kunjung usai. Melewati segalanya dengan tangisan memalukan sekaligus memilukan, demi sang bintang yang saat ini cahyanya mulai meredup, meredup seakan sedang meratapi sesuatu. Semoga tuan selalu bahagia dengan pilihannya. Semoga kau baik-baik saja disana. Jangan beritahu jika tuan masih disini, takutnya hati ini riuh kembali. Tetapi tenang saja, yang berkaitan denganmu sudah kusimpan rapi dalam palung imajinasi, ia akan terbuka kembali jika...