Langsung ke konten utama

083

Pria manis yang tak mampu menunggu hujan, pergi bersama pelangi yang ingin buru-buru pergi. Kalian berdua serasi, prianya berkamuflase menjadi bintang terang nan jauh diujung sana, sedang wanitanya banyak membisu namun kelihatan sering merindu. Begitu katanya setelah kenyataan berbisik bahwa kalian tak lagi bersama.

Perkenalkan, aku puan yang pernah sesekali kau pikirkan, aku disini menggeser posisi sebagai orang ketiga yang dahulunya adalah pemeran utama. Aku puan yang selama ini, selama satu tahun lamanya terjebak dalam dunia pengharapan tak kunjung usai. Melewati segalanya dengan tangisan memalukan sekaligus memilukan, demi sang bintang yang saat ini cahyanya mulai meredup, meredup seakan sedang meratapi sesuatu.

Semoga tuan selalu bahagia dengan pilihannya. Semoga kau baik-baik saja disana.

Jangan beritahu jika tuan masih disini, takutnya hati ini riuh kembali. Tetapi tenang saja, yang berkaitan denganmu sudah kusimpan rapi dalam palung imajinasi, ia akan terbuka kembali jika tuan mengijinkannya. Hati ini takkan riuh jika tuan tak membangunkannya. Jadi, diamlah. Biarkan ia tertidur hingga ketika terbangun, ia sudah melupakanmu.

Terima kasih atas pujiannya, aku cukup dibuat melamun karena suaramu, terima kasih pula dengan alunan gitarnya, yang mampu membuat mataku sedikit sembab kembali karena terlalu lama memaksakan hati.

Ceritanya belum usai, jika bertanya apakah aku sedang merindu, atau pura-pura menulis karena ingin tuan kembali padaku. Jelas, puan ini tak sedang merindu, apalagi pura-pura ingin menyeret tuan kembali, puan ini hanya hanya sekadar ingin tahu bagaimana kabarmu. Sudah lama kita tak bersua dalam imajinasiku. Terakhir kemarin bertemu, seperti biasa aku selalu iri pada senyummu, kau terlalu manis dibandingkan aku.

Mari berandai-andai, jika dicetak dalam buku, mungkin kisahku yang tergeser menjadi orang ketiga ini tak pernah adil. Siapa yang menunggu siapa, dia pun ditunggu oleh siapa, siapa yang ditunggu sedang menunggu siapa, singkatnya. Membingungkan bukan? Ini tak seperti akhir kisah buku biasanya, bukan happy ending, sad ending, atau cerita yang menggantung lagi. Tetapi lebih kepada akhir yang rancu, kalut, berbelit-belit, lalu tiba-tiba hilang ditelan bumi.

Maaf saya menulis ingin seperti aliran puisinya Sutardji-- bergaya kontemporer. Tapi jatuhnya malah seperti ini. Ah, apalah coretan amatiran seperti ini, aku hanya ingin mengungkapkan rasa, kau, dia bahkan mereka tak wajib membacanya. Ini hanya ungkapan saja, terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perih

Hai 6 September! Ka. Ka, aku jatuh tadi. Sakit sekali. Lebih sakit dari yang aku bayangkan. Sampai-sampai aku betul-betul tidak bisa berjalan hari ini. Lalu kaka tadi kemana? Aku melihat kaka ada di depan mataku tadi. Aku melihat kaka sewaktu aku kesakitan tadi. Aku menyadari kehadiran hangat kaka tadi. Banyak mereka yang memperdulikan aku. Tapi kamu? Apa pedulimu? Hanya bisa berbicara 'mengapa' lalu pergi meninggalkanku begitu saja? Tanpa memberiku nafas untuk menjawab perkataanmu tadi? Seperti itukah? Dimana letak pedulimu dahulu? Tak bisakah kaka menyemangatiku seperti dahulu? Tak bisakah sekejap saja kaka menemani hari burukku seperti dahulu? Tak bisakah? Sejahat itukah? Masih nyata sekali di pikiranku ketika aku jatuh lalu kaka membangunkanku dengan kata 'lekas sembuh' ! Masih nyata sekali ketika kaka bicara 'kamunya sembuh dulu, baru kaka kasih tau' ! Semuanya masih terlihat sangat nyata. Lalu sekarang? Ketika aku kesakitan tepat dihadapanmu, apa reaks

Sore tadi, tuan.

Jika suatu saat aku mengayuh sepeda, lalu kau berdampingan denganku, itu hanya mimpi. Kau, satu-satunya pria yang kuberi tahu tentang bagaimana tragedi selang infus dan oxygen itu -aku tiba-tiba mempercayaimu. Aku pikir kau memang khawatir, ternyata ilusi ini terlalu tinggi. Aku hanya teman, bagimu. Ya, memang kita teman. Terkadang, memendam itu bukanlah cara yang baik untuk menyatakan cinta. Dia malah akan membuat lebih banyak duka yang tak diduga-duga. Mungkin, perihal beberapa orang yang sukses memendam rasa, hanya 10% dari total 1000% yang berhasil membuat dia berbalik padanya. Berbeda denganku, terlalu mustahil; pun dia menginginkanku. Permen karet. Ya, permen karet. Perasaanku seperti itu, sebelum segalanya berubah layaknya bedebah, mengaku kalau kau sudah memiliki wanita. Ketika aku sedang manis-manisnya memendam rasa, lalu tiba-tiba kenyataan menampakkan kau dengannya. Rasanya langsung sirna, hambar, ingin aku membuangnya begitu saja. Tapi nyatanya tak bisa. Itulah. Ini

Tiktok

Hai 19 Agustus! Tak terasa 1 tahun berlalu. Banyak kenangan-kenangan manis terjadi pada 1 tahun ini. Tak menyangka akhirnya akan sepahit ini. Yang awalnya hanya lelucon, berakhir menjadi kenyataan yang serius. Menyedihkan memang ketika berakhir pada kisah pilu yang cukup menyesakkan dada. Sedih, bahagia, kecewa, menangis, tertawa. Terbiasa akan hal tersebut sampai-sampai lupa bagaimana cara membedakan antara sedih, bahagia, kecewa, menangis itu bagaimana. Lucu! Itu kata pertama yang harus aku ucapkan ketika aku akan menilik kembali kisah kamu 1 tahun yang lalu. Sedih! Kata kedua setelah aku mengenal kamu. Jujur aku terlalu sedih saat ini ketika otakku memaksa untuk mengingat kamu. Terlalu banyak kenangan yang telah kita ukir. Namun akhirnya tidak ada satu pun kenangan kamu di benakku yang harus ku ingat. Semuanya harus ku lupakan. Harus ku buang jauh-jauh hingga aku tak boleh lagi mengenang satu kenangan pun tentang kamu. Kecewa! Kata ketiga yang benar-benar mewakili perasaanku. Ini