Langsung ke konten utama

Retry I


Tahun ke-6 aku merindukanmu.

Kau; seseorang yang selalu membuat senyumku tetiba merekah sedari dulu. Menaruh pandanganku untuk kesekian kalinya kepada orang yang sama, sama sekali tidak memperhatikanku. Sejak hatiku memiliki ruang-ruang tak berujung. Kaulah satu-satunya orang yang berani singgah menutup ruang-ruang hampa disana. Entah bagaimana caranya, walaupun saat ini kau tak nyata, kau masih hadir ketika kegusaranku tiba.

Kaulah alasanku untuk melanjutkan rasa, setelah lama berlelah-lelah dengan hal memuakkan beratas namakan cinta. Aku selalu penasaran denganmu. Dengan tatapan matamu, dengan tingkah lakumu. Caramu menatap, caramu berbicara. Caramu menyampaikan cerita dengan begitu hebatnya. Kau itu lugu, terkadang. Apapun dibuat istimewa karenamu. Aku selalu suka caramu seperti itu. 

Suaramu lembut, tak pernah kasar bahkan ketika berpamit akan meninggalkanku. Tatapanmu mempesona, membuat kesan tersendiri bagi siapa saja yang melihatnya. Senyummu membuatku terpana, terbayang-bayang setiap kali telah melihatnya. Kau tak pernah palsu, setidaknya untukku. Kau terlalu jujur perihal apapun itu, dan itu yang membuatku merindukanmu.

Tengoklah kebelakang sebentar saja, aku masih berdiri disana. Barangkali kau ingin kembali, aku masih disini. Aku rumahmu ketika kau ingin pulang. Aku rumahmu seperti yang kau katakana bertahun-tahun lalu. Aku peta-mu ketika kau kehilangan arah untuk kembali. Tetapi itu dulu, sebelum semuanya terkubur menjadi masa lalu.

Setelah sekian tahun kupaksakan kau hilang dari khayalanku. Kau ternyata masih baik-baik saja. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan yang selalu menjagamu. Dan maaf, ketika kau terjatuh aku tak pernah berusaha berada disampingmu. Aku hanya bisa menyembuhkanmu dari jauh dengan bantuan Tuhan yang menyayangimu.

Kau selalu membuatku berpikir bahwa kau masih nyata, sama seperti dahulu kala. Masih bersamaku, berada disampingku. Masih bertukar cerita denganku tentang masa depan yang indah itu, padahal sebetulnya kau sudah pergi meninggalkanku. Kau sampai tak tega melihatku bersedih

Re, orang pertama yang membuatku memahami apa artinya cinta, sekaligus, orang pertama yang selalu membuat senyumku merekah begitu saja. Kau yang perlahan mengubah duniaku. Kau pun yang mengajari, untuk pertama kali, bagaimana rasanya ditinggalkan. Dan kesalahan terbesarku; mengecewakanmu melebihi batas sabarmu, lalu kau meninggalkanku.

Untukmu yang selalu membuatku tersenyum diam-diam.

Bertukar cerita denganmu tak pernah hambar, tak pernah membosankan, tak pernah kehilangan rasa. Manis ketika seharusnya manis, pahit ketika seharusnya pahit. Aku selalu merindukan fotomu ketika kau mengenakan baju putih, yang tertinggal dirumahku, ditahun ke 5 umur kita.

Retry; 24 September 2015.
Re.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perih

Hai 6 September! Ka. Ka, aku jatuh tadi. Sakit sekali. Lebih sakit dari yang aku bayangkan. Sampai-sampai aku betul-betul tidak bisa berjalan hari ini. Lalu kaka tadi kemana? Aku melihat kaka ada di depan mataku tadi. Aku melihat kaka sewaktu aku kesakitan tadi. Aku menyadari kehadiran hangat kaka tadi. Banyak mereka yang memperdulikan aku. Tapi kamu? Apa pedulimu? Hanya bisa berbicara 'mengapa' lalu pergi meninggalkanku begitu saja? Tanpa memberiku nafas untuk menjawab perkataanmu tadi? Seperti itukah? Dimana letak pedulimu dahulu? Tak bisakah kaka menyemangatiku seperti dahulu? Tak bisakah sekejap saja kaka menemani hari burukku seperti dahulu? Tak bisakah? Sejahat itukah? Masih nyata sekali di pikiranku ketika aku jatuh lalu kaka membangunkanku dengan kata 'lekas sembuh' ! Masih nyata sekali ketika kaka bicara 'kamunya sembuh dulu, baru kaka kasih tau' ! Semuanya masih terlihat sangat nyata. Lalu sekarang? Ketika aku kesakitan tepat dihadapanmu, apa reaks

Sore tadi, tuan.

Jika suatu saat aku mengayuh sepeda, lalu kau berdampingan denganku, itu hanya mimpi. Kau, satu-satunya pria yang kuberi tahu tentang bagaimana tragedi selang infus dan oxygen itu -aku tiba-tiba mempercayaimu. Aku pikir kau memang khawatir, ternyata ilusi ini terlalu tinggi. Aku hanya teman, bagimu. Ya, memang kita teman. Terkadang, memendam itu bukanlah cara yang baik untuk menyatakan cinta. Dia malah akan membuat lebih banyak duka yang tak diduga-duga. Mungkin, perihal beberapa orang yang sukses memendam rasa, hanya 10% dari total 1000% yang berhasil membuat dia berbalik padanya. Berbeda denganku, terlalu mustahil; pun dia menginginkanku. Permen karet. Ya, permen karet. Perasaanku seperti itu, sebelum segalanya berubah layaknya bedebah, mengaku kalau kau sudah memiliki wanita. Ketika aku sedang manis-manisnya memendam rasa, lalu tiba-tiba kenyataan menampakkan kau dengannya. Rasanya langsung sirna, hambar, ingin aku membuangnya begitu saja. Tapi nyatanya tak bisa. Itulah. Ini

Tiktok

Hai 19 Agustus! Tak terasa 1 tahun berlalu. Banyak kenangan-kenangan manis terjadi pada 1 tahun ini. Tak menyangka akhirnya akan sepahit ini. Yang awalnya hanya lelucon, berakhir menjadi kenyataan yang serius. Menyedihkan memang ketika berakhir pada kisah pilu yang cukup menyesakkan dada. Sedih, bahagia, kecewa, menangis, tertawa. Terbiasa akan hal tersebut sampai-sampai lupa bagaimana cara membedakan antara sedih, bahagia, kecewa, menangis itu bagaimana. Lucu! Itu kata pertama yang harus aku ucapkan ketika aku akan menilik kembali kisah kamu 1 tahun yang lalu. Sedih! Kata kedua setelah aku mengenal kamu. Jujur aku terlalu sedih saat ini ketika otakku memaksa untuk mengingat kamu. Terlalu banyak kenangan yang telah kita ukir. Namun akhirnya tidak ada satu pun kenangan kamu di benakku yang harus ku ingat. Semuanya harus ku lupakan. Harus ku buang jauh-jauh hingga aku tak boleh lagi mengenang satu kenangan pun tentang kamu. Kecewa! Kata ketiga yang benar-benar mewakili perasaanku. Ini